Jumat, 23 Mei 2014

Rumah dan hidup.....





Hari minggu biasanya kumulai dengan mencari koran edisi minggu, terutama Kompas. Tidak ada alasan yang istimewa sebenarnya, kecuali adanya rubrik rumah beserta penghuninya, terutama memori yang mengendap dan mewujud dari perjalanan hidup seseorang beserta keluarganya. Sebuah rumah tentulah menjadi impian semua orang. Ada yang bisa mewujudkannya, walaupun banyak juga yang masih menjadi impian semata.
Sebuah rumah tentulah telah menjadi bagian dari pencarian dan obsesi manusia yang hidup di muka bumi. Semudah itukah membuat rumah? Haha, trernyata lebih banyak yang berdarah-darah untuk mewujudkannya, Haha. Sampai  kini pun belum  selesai,  meski telah lewat dua tahun kutempati. Selesai? Kapankah sebuah rumah dikatakan selesai? Mungkin tidak akan pernah, karena rumah pun bagian dari daya hidup yang terus tumbuh, bersama tumbuhnya hidup dan jejak memori penghuninya.
Orang barat membedakan istilah house dan home, karena memang berbeda. House hanyalah fisik dari bangunan yang berdiri menjulang kaku, tidak akan berarti apa-apa jika tidak ada kehidupan di dalamnya. Maka house menyempurna menjadi home jika daya hidup tumbuh bersama menuanya sebuah rumah. Apakah setiap rumah yang berpenghuni sudah berarti menjadi home? Tidak mudah untuk dijawab, tergantung jiwa-jiwa yang ada di dalamnya hidup dan menghidupi detik demi detik, hari demi hari, dan sepanjang keberlangsungan ruang dan waktu yang menjadi saksi sebuah rumah.
Maka sebuah rumah yang homy tidak bisa ditentukan pada rumah yang megah dan luas bagai istana, tetapi bisa saja muncul pada rumah kecil mungil sederhana. Mungkin inilah seperti yang didambakan dalam lengkingan suara ahmad Albar/ Godbless atau duet Ita Purnamasari dan Yankson, sebuah rumah yang mendamaikan dan menenangkan penghuninya. Tidak perlu besar, tidak perlu megah. Kecil, sederhan, selama itu berjiwa. Sudahkah kita mendapatkannya?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar