Senin, 19 Oktober 2015

Sarangan di musim kemarau



Tahun ini kemarau memang terasa panjang, berbeda dari tahun lalu. Berdasarkan prediksi cuaca kemungkinan November baru datang sang Hujan. Suasana kering kerontang, tanaman banyak yang meranggas, sumber-sumber air pun mulai berkurang. Melihat tanaman di depan rumah yang mengering, layu ternyata ikut mempengaruhi mood juga sehingga perlu disiram setiap pagi dan sore hari ketika aku pulang dengan membawa beban kelelahan dari kantor. Melihat tetesan air di pucuk dedaunan dan rumput yang basah setelah terkena guyuran air dengan sendirinya juga ikut mengguyur keringnya hati. Jadi berharap semoga sang hujan segera datang menyapa. Manusia menag tidak pernah bisa hidup tanpa air.
Kondisi seperti ini mengingatkan suasana yang kualami tahun lalu ketika mengunjungi Telaga Sarangan di saat musim kemarau tahun lalu. Ini adalah pengalaman kedua pergi kesana, setelah lebih dari sepuluh tahun yang lalu. Banyak hal yang sudah berubah di sana ternyata. Dulu pertama ke sana kondisi iklim masih cukup dingin, sekarang mulai terasa memanas dan air danau pun terlihat susut. Entahlah mungkin  karena kemarau ekstrim.
Tujuan yang sebenarnya bukan ke Sarangan, namun untuk kondangan di rumah saudara dari isteri, lebih tepatnya saudara sepupu di Magetan untuk menghadiri acara pernikahan. Sekalian di sana mampir ke Sarangan. Dengan diantar saudara yang memang sudah biasa bolak balik ke Sarangan, perjalanan terasa menyenangkan. Rute yang terus naik, dengan pemandangan hijau di kanan dan kiri, berharap pun Sarangan akan demikian (sejuk dan hijau ). Melewati hamparan perkebunan strowberry yang ternyata dibuka untuk umum untuk wisata memetik sendiri buah strowberry, menjadi pilihan untuk didatangi nanti sepulang dari Sarangan.
Sampai di lokasi ternyata ada yang sedikit berbeda dari yang kami bayangkan sebelumnya. Melihat air menyurut dari permukaan telaga Sarangan jadi terasa aneh. deretan speedboat warna warni yang bertengger menunggu para penumpang yang ingin sedikit mencoba debur danau Sarangan. Berjalan menyisir tepian danau yang kotor dan semrawut ( semua moda bisa masuk tanpa pengaturan ), sayangnya pandangan ke arah telaga terhalang orang-orang yang berdiri mematung di tepi pagar pembatas.
Setidaknya masih bisa menikmati sate kelinci yang khas, dan secangkir kopi panas di warung tepi jalan. Memang penjual sate kelinci banyak bertebaran di sepanjang jalur di tepi danau, namun sayang tidak tertata dan teratur, yang makin diperparah dengan kendaraan yang parkir sembarangan, belum lagi keberadaan kuda wisata yang saling berebut jalan dengan pejalan kaki dan kendaraan yang lalu lalang. Untung saja lansekap yang menjadi background sang danau cukup mengalihkan perhatian, yang diselingi deretan villa dan penginapan yang kelihatannya semakin banyak. Keindahan lukisan alam dengan dominan hijaunya pepohonan yang membingkai sang telaga setidaknya tidak ikut murung melihat surutnya air telaga.
Kusempatkan juga juga untuk berkeliling danau dengan speed boat sewaan, dan mencoba menaiki kuda wisata meniti jalan sepanjang tepian danau untuk sedikit mengikis rasa kecewa dari kondisi surutnya air. Setidaknya keluarga, terutama anak-anak cukup bergembira dengan pengalaman yang baru ini.
Sepulang dari sana, mampir sejenak ke perkebunan stroberi sesuai rencana awal, berharap ada pengalaman baru, terutama bagi anak-anak yang tidak sabar ingin segera memetik buah stroberi langsung dari pohonnya. Ternyata musim panen sudah lewat, haha, hanya beberapa buah sisa yang masih bertengger di dahannya. Tak apalah, bagi anak-anak sudah cukup senang mengeksporasi tanaman stroberi, mencoba memetik beberapa buah yang masih tersisa, bagi emak-emak lebih memilih untuk narsis mengabadikan momen “seolah-olah” memetik buah stroberi langsung dari pohonnya. 
Cerita ini memang sudah lewat setahun yang lalu, kucoba untuk merekonstruksi kembali dokumentasi yang ada dalam bentuk sketsa dengan sketchbook canson yang memang khusus untuk cat air dan cat air tube Pentel yang dikombinasikan dengan cat air portabel SakuraKoi. Suasana malam yang sepi, cukup pas untuk konsentrasi menuntaskan coretan dan sapuan kuas cat air. Memang harus lebih banyak belajar lagi untuk meningkatkan skill dan kualitas sketsanya, sebisa mungkin nanti untuk mencoba plein air sketching.

Malam semakin larut, suara gerimis sedikit memantul di atap genteng rumah. Kuharap semakin menderas, namun ternyata segera berhenti. Memang harus bersabar menghadapi kemarau,  semoga saja sang hujan mulai turun.