Ada pepatah yang
mengatakan dibalik seorang pemimpin besar yang sukses, ada sosok perempuan
besar juga di sana.membaca kisah hidup Inggit Garnasih bersama Soekarno dalam
perjalanan panjang perjuangan menuju Indonesia merdeka semakin menegaskan
kebenaran pepatah ini. Meskipun Inggit
tidak tercatat secara resmi peranannya dalam narasi berbagai kisah sejarah
resmi yang harus diajarkan di sekolah, tidak perlu diragukan lagi, kehadirannya
mewarnai semangat dan spirit sosok Bung Karno dari masa pergerakan menuju
gerbang kemerdekaan.
Kini sosok ibu
Inggit Garnasih kembali muncul, bersamaan dengan beredarnya film Soekarno
garapan Hanung Bramantyo. Memori perlahan kembali pada buku yang menceritakan
sepak terjang dan suka duka Ibu Inggit dalam nendampingi Bung Karno:
"Kuantar ke Gerbang" karya Ramadhan KH.
buku yang pernah
muncul pada era 80-an ini kembali diterbitkan lagi, mungkin karena dampak
publisitas dari film Soekarno tersebut, yang memang mengambil episode pra
kemerdekaan, di mana sosok Ibu Inggit dominan dalam ruang hidup Soekarno,
sebelum isteri-isteri lainnya mendampingi sang presiden flamboyan ini. tepat
sekali judul roman historis ini "Kuantar ke Gerbang", karena memang
hanya bu Inggit yang benar-benar mendampingi sepak terjang dan perjuangan
Soekarno muda dalam upaya meraih mimpinya: Indonesia Merdeka. isteri-isteri
Bung Karno selanjutnya lebih banyak mendampingi dalam era kemerdekaan sebagai
pendamping sang presiden, meskipun tidak selalu berjalan dalam lorong hidup yang
penuh tabur bunga.
sejak kubeli buku
tersebut di gramedia, lembar demi lembar tak terasa menyedot dan menyihir
perhatianku untuk terus mengikuti alur yang disusun sang sastrawan besar
ramadhan KH. meskipun ayahanda dari Gilang ramadhan ini menolak bukunya sebagai
buku sejarah (hanya menyebutkan sebagai roman yang berbasis kisah nyata), kemampuannya dalam merangkai
kisah yang runtut dengan detail penceritaannya, seolah sang pembaca roman ini
terlibat dalam kisah dan setting cerita puluhan tahun silam ini.
Bagaimana sosok
Inggit yang sederhana dan hanya berpendidikan rendah, bisa memposisikan diri
sebagai sosok teman, kekasih, dan ibu dari calon pemimpin besar bangsa ini.
ketabahan dan keteguhan dalam mendampingi Bung Karno yang mengalami pembuangan
dari Ende Flores hingga Bengkulu, termasuk kemampuannya dalam mengganti peran
Soekarno sebagai kepala keluarga ketika Soekarno harus meringkuk dalam penjara,
kemampuannya dalam menjaga stamina psikis Putera Sang Fajar ini dalam pasang
surut perjuangan, sungguh luar biasa.
malam makin
larut, suara gemuruh seolah menandai hujan yang akan turun memecah kesunyian.
perhatianku makin tersedot pada kisah mengharu biru sepasang Soekarno-Inggit.
situasi panik menjelang kedatangan Jepang, sementara Soekarno terjebak dalam
pembuanngan di Bengkulu. posis Pemerintah Hindia Belanda makin terjepit,
genderang perang Pasifik makin nyata terdengar, mengiringi eropa yang sudah
hingar bingar tersapu invasi Nazi. pemerintah kolonial mencoba untuk
mengungsikan keluarga soekarno dari Bengkulu ke australia dengan perjalanan
yang berdarah-darah menembus hutan sumatera.
mereka terjebak
dalam hutan lebat dalam perjalanan yang ahrus ditempuh dengan berjalan kaki
sementara hati Soekarno pun terjebak dalam situasi rumit. antara keinginan
memiliki keturunan sendiri sementara Inggit sendiri mandul. sosok gadis
bengkulu, Fatmah/ Fatmawati menjadi jebakan kehidupan mereka. Inggit,saat itu
sudah berusia 50 tahun, tetap menolak diduakan.selanjutnya, bisa ditebak
sendiri.
Jepang keburu
masuk Indonesia, Belanda gagal melarikan Soekarno ke Australia. di Padang,
Jepang menemukan soekarno, yang akhirnya bisa kembali ke Jawa. Inggit? Pada
akhirnya memilih kembali ke Bandung, kota kelahirannya, memilih untuk tidak
diduakan, setelah mendampingi lebih dari duapuluh tahun. bukan waktu yang
sebentar, Soekarno pun mengakui betapa besar peran Inggit Garnasih dalam
kehidupannya ( bisa dibaca dalam buku Soekarno penyambung Lidah Rakyat, karya
Cindy Adams ).
menjelang
Indonesia merdeka, Fatmawati menggantikan sosok Inggit di belakang
Soekarno."Kuantar Ke Gerbang", demikian kira-kira kata Inggit. tiada
penyesalan atas semua pengorbanan harta, jiwa, raga, dan waktu, dalam
mengiringi hari-hari Si Bung, yang lebih banyak bertabur onak dan duri di kiri
kanan dibandingkan semerbak bunga.
selesai kubaca
buku yang luar biasa ini. sungguh beruntung Ramadhan KH pernah mewawancarai
langsung Ibu Inggit, untuk dituliskan dalam kisah roman. masih ada sosok Inggit
lain yang belum sempat "kubaca", yaitu Maudy Kusnaedi. kalau yang ini
Inggit di layar seluloid : Soekarno, Indonesia Merdeka". apakah Maudy bisa
menghidupkan kebesaran sosok Inggit, seperti dia sukses menghidupkan Zaenab
dalam Si doel. entahlah, aku belum sempat mencermati Film yang sempat
menimbulkan kontroversi ini beberapa waktu lalu.
lupakan maudy
dahulu, malam makin larut. harus segera istirahat. buku Kuantar ke Gerbang
segera kutaruh ke atas rak karena isteriku pun berjanji akan menuntaskan
segera.